Komisi Informasi (KI) Pusat mengingatkan informasi data pribadi pasien Covid-19 (Penyakit Virus Corona 2019) merupakan informasi yang dikecualikan berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang Npmor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Ketua Bidang Regulasi dan Kebijakan Publik KI Pusat Muhammad Syahyan menyampaikan hal tersebut dalam acara dialog interaktif KI Pusat dan Radio RI yang melibatkan narasumber Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI Widyawati disiarkan langsung dari studio RRI Pro-3 Jakarta serta dipandu presenter Veronika, Rabu (20/05/2020) sakit.
Dalam dialog interaktif yang mengusung tema “Kapan Covid-19 Berakhir, dan Bagaimana Seharusnya
Perlindungan Data Pasien?” streaming langsung di internet dan lewat jaringan RRI di seluruh Indonesia. Siaran langsung terkait dengan pendengar RRI, meminta pendengar yang diberi tahu Zaki dari Malang yang mempertanyakan informasi yang diajukan tentang korban Covid-19, apakah jumlah korban tidak lebih besar dari yang diumumkan dan apakah ada korban dari pejabat seperti TNI dan Polri tetapi tidak diminta? .
Selanjutnya, Syahyan menyampaikan dua alasan mengapa informasi data pribadi kasus Covid-19 harus dikecualikan, pertama kali membahasnya data pribadi Orang Dalam Pemantauan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (ODP), Pasien positif dan Pasien yang didukung oleh orang yang tidak berkompeten, karenanya banyak masyarakat yang menjadi korban, dirugikan dan hak-hak pribadinya dilanggar. Seperti dikucilkan, mendapat stigma dianggap sebagai pembawa virus, diusir dari lingkungan tempat tinggal dan ada yang sampai mendapat persetujuan kompilasi akan dimakamkan. Kondisi ini jelas sangat mengatasi.
Kedua, sesuai dengan norma, data pribadi tersebut merupakan informasi yang dikecualikan. Ini adalah penjelasan lengkap dalam pasal 17 huruf g dan h, pasal 18 ayat 2 huruf a UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Informasi yang mengandung informasi pribadi dan rekam medik terkait Covid-19 adalah informasi yang dikecualikan berifat ketat dan terbatas. “Informasi yang dikecualikan atau informasi pribadi ini wajib dijaga dan dilindungi dan hanya bisa dibuka atas ijin yang disetujui atau sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelanggaran atas informasi privasi ini dapat dikenai sanksi hukum sesuai peraturan perundang-undangan, ”katanya.
Pasal 54 UU KIP dinyatakan: Setiap orang yang sengaja dan tanpa izin dan / atau memperoleh, memberikan informasi yang dikecualikan dipidana dengan hukuman penjara 2 tahun dan denda maksimal Rp10 juta. Pasal 28 UUD 1945, pasal 4 UU Nomor: 39 Tahun 1999 ttg HAM, pasal 46 dan 47 UU Nomor: 29 Tahun 2004 ttg praktik Kedokteran, pasal 32 UU Nomor: 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, dan pasal 57 UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
“Saya contohkan ada teman saya di Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara yang dituding terkena virus terpapar Corona terima. Seperti korban distigma dan diperlakukan seperti aib. Lebih banyak virus dari virus yang dituduhkan diundang. Harganya dianggap, Hama dijauhkan karena dianggap sarang penyakit. Sementara para pekerja di tokonya mendapat bantuan tidak dari tetangga dan calon pembeli saat menjalankan. Dua pekan berlalu, hasil pemeriksaan SWAB, ternyata dia meninggal bukan karena corona. Dia bilang, corona memang mengerihkan, tapi mengobati orang sakit dengan tuduhan terpapar virus Corona jauh lebih mengerihkan, ”ungkapnya sedih.
Untuk itu, ia mengatakan KI Pusat ingin memastikan data pasien Covid-19 terlindungi dan digunakan oleh pihak yang berkompeten untuk tujuan penggantian. Untuk itu, menurutnya, terkait dengan pengaturan dalam informasi kesehatan, Komisi Informasi Pusat tentang keselamatan pada tanggal, 06 April 2020 telah dikeluarkan Surat Edaran Nomor: 2 Tahun 2020 tentang Pelayanan Informasi Publik Dalam Masa Darurat Kesehatan Masyarakat sejak Covid-19. Mengapa ada tiga alasan mengapa SE ini dikeluarkan oleh KIP?
Alasan pertama, darurat kesehatan akibat Covid-19 telah meningkatkan pelayanan informasi publik di semua Badan Publik di Indonesia, Kedua, membahas pasal 7 UU Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang menyatakan, bahwa Badan Publik wajib menyediakan, memberikan, dan / atau dikeluarkan infomasi publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan Ketiga, memperhatikan pasal 10 UU KIP yang mengumumkan, Badan Publik wajib mengumumkan bahwa merta informasi yang dapat mendukung orang banyak dan ketertiban umum dengan cara yang mudah diakses oleh masyarakat dan dengan bahasa yang mudah dapat diperbincangkan sesuai kebutuhan Covid-19.
KI Pusat mengeluarkan SE yang salah satu untuk memberikan panduan kepada Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Menteri Kesehatan RI, Gubernur Bupati / walikota dan lembaga terkait yang terkait agar dapat memberikan informasi terkait Covid-19. Diantara informasi yang wajib disampaikan terkait, Jenis Penyakit, persebaran, daerah yang menjadi sumber penyakit (Episentrum), dan pembatasannya, sepenuhnya ketat dan terbatas mendistribusikan Covid-19 dengan tetap mempertahankan data pribadi Orang Dalam Pementauan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan ( PDP), Pasien Positif dan orang yang dinyatakan pulih.
Juga menurutnya, mendukung penyebaran Covid-19 sebagai sarana persetujuan dini bagi masyarakat yang membahas Area persebaran, upaya-upaya mitigasi penyebaran dan penanganan Covid-19 yang dilakukan pemerintah. Informasi layanan kesehatan terkait rumah sakit rujukan dan fasilitas kesehatan, informasi kebutuhan rumah sakit yang merawat pasien Covid-19, informasi layanan rafid test, nomor hotline layanan kesehatan yang mengatur Covid-19, penyedia layanan kesehatan dan protokol pengaduan masyarakat, serta Informasi tentang penanganan jenazah dan lokasi khusus pemakaman untuk pasien positif covid-19.
Meskipun demikian, menurutnya, KI Pusat terus mendorong dan memberikan masukan kepada Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 agar terus memberi informasi akurat terkait Covid-19. Sementara terkait informasi pribadi dalam rapat dengan Ketua Gugus Tugas Covid-19 Bapak Letjen TNI Doni Monardo, KI Pusat telah memberikan masukan, informasi pribadi dapat diakses secara terbatas oleh pemerintah dan penggunaannya untuk keperluan perubahan dan mitigasi. Dan penggunaannya juga harus sesuai persyaratan undangan yang berlaku.
Bersamaan dengan itu, ia menyampaikan bahwa KI Pusat sedang melakukan asesmen / persetujuan dan pendampingan terhadap BP dalam memberikan pelayanan informasi kepada publik terkait Covid-19. Melakukan sosialisasi melalui media massa dan diskusi-diskusi virtual terkait pelayanan informasi Covid-19.
Sementara itu, Widyawati menyampaikan bahwa perlu bantuan masyarakat serta kolaborasi yang tepat untuk penanggulangan Covid-19, seperti informasi dari masyarakat tentang perjalanan kesehatan, perjalanan di puskesmas, dan pemerintah daerah dan gugus tugas daerah, mengirim data, lihat di situs web. “Kami mengeluarkan juka ada demam dan batuk pilek harus segera dikirim ke Fasjaskes untuk arahan apakah isolasi mandiri atau isolasi karantina, karena ambulan sudah disiapkan, ada orang yang takut tes cepat capat, ”urainya.
Itu juga menyampaikan informasi sebagaimana setiap pelaksanaan tes cepat oleh pemerintah tidak dipungut biaya alias gratis untuk bantuan transfer Covid-19. Untuk itu, aktifkan agar masyarakat teruskan protokol kesehatan dalam pertarungan Covid-19, mulai dari menggunakan topeng, buka jarak aman dengan orang lain, tinggal di rumah dan keluar hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok, sering bawa tangan dan jaga kebersihan, terakhir patuhi PSBB dari pemerintah. (Laporan: Karel Salim)